Dilihat 0 Kali

UIN SUKA

Senin, 21 April 2025 09:50:00 WIB

Dari Kartini untuk Anak Negeri: Pendidikan Karakter Sejak Usia Dini

Setiap tanggal 21 April nama Raden Ajeng Kartini ramai diperbincangkan dan dirayakan sebagai Hari Kartini. Tidak hanya menyegarkan kembali ingatan rakyat di seluruh pelosok negeri ini terhadap sosok dan kiprah perjuangan yang selalu harum namanya. Namun juga Kartini disebut-sebut sebagai tokoh perempuan yang senantiasa gelisah untuk menanti setiap perubahan, terlebih bagi sesama kaumnya. Beliau tidak hanya sosok perempuan pejuang emansipasi yang memperjuangkan akses pendidikan bagi perempuan. Namun lebih dari itu, Kartini adalah simbol pembaharuan, semangat belajar, dan karakter luhur yang menjadi fondasi penting bagi bangsa. Warisan pemikiran Kartini, seperti tertuang dalam surat-suratnya yang kemudian dibukukan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang, tidak hanya relevan untuk perjuangan perempuan, tetapi juga menjadi inspirasi untuk membangun karakter generasi bangsa sejak dini.


RA Kartini lahir pada 21 April 1879, di tengah tradisi yang membatasi ruang gerak perempuan. Namun ia tidak tinggal diam. Dalam keterbatasan itulah ia menyalakan obor semangat membaca, menulis, dan berpikir jauh melampaui zaman. Baginya, belajar adalah bentuk perlawanan yang elegan. Dari Kartini pula, kita belajar bahwa pendidikan harus membebaskan, mencerdaskan, dan membentuk karakter. Hal ini tampak dalam salah satu tulisan surat Kartini yang berbunyi: "Apakah gunanya pendidikan yang tinggi kalau tidak disertai dengan budi pekerti yang baik?". Pernyataan ini menjadi cerminan penting bahwa pendidikan tidak boleh berhenti pada aspek kognitif semata, tetapi juga harus menyentuh sisi afektif dan spiritual. Dan bangsa yang besar adalah bangsa yang membangun peradabannya melalui pendidikan yang menanamkan nilai-nilai moral, etika, dan budi pekerti. Dalam konteks anak usia dini, pendidikan karakter memiliki peran sentral karena masa ini adalah periode emas (golden age) yang sangat menentukan arah perkembangan kepribadian anak. Di masa golden age, anak-anak sedang berada dalam tahap perkembangan rasa ingin tahu yang luar biasa tinggi. Inilah saat yang paling tepat untuk menanamkan semangat belajar seperti Kartini. Guru PAUD dan orang tua dapat memfasilitasi eksplorasi anak melalui bermain, bercerita, dan mengenalkan buku. Anak-anak yang senang belajar sejak kecil akan tumbuh menjadi pembelajar sepanjang hayat (lifelong learners).

Kartini juga tidak hanya dikenal cerdas dan memiliki pengetahuan luas, tapi ia juga sosok yang berani menyuarakan ketidakadilan dengan cara yang santun namun menggugah. Inilah nilai-nilai karakter yang perlu dikenalkan pada anak-anak yakni keberanian untuk menyampaikan pendapat, bertanya, dan berpikir kritis terhadap apa yang mereka lihat dan alami. Dalam dunia PAUD, kemampuan berpikir kritis dan berkomunikasi bisa diasah lewat kegiatan diskusi ringan, bermain peran, dan tanya jawab interaktif. Anak-anak diajak untuk tidak sekadar menerima, tetapi juga merenung dan menilai serta merefleksikan setiap peristiwa dan fenomena. 

Nilai-nilai karakter lain yang patut diteladani dari sosok Kartini adalah empati yang tinggi terhadap penderitaan rakyat, terutama kaum perempuan. Memiliki kecintaan terhadap tanah air dan budaya lokal sehingga Ia tumbuh menjadi perempuan Jawa yang tidak kehilangan jati dirinya. Rasa empati dan kepedulian sosial serta cinta tanah air inilah merupakan salah satu karakter kunci dalam pendidikan anak usia dini. Anak-anak yang sejak dini dikenalkan pada rasa peduli akan tumbuh menjadi pribadi yang ringan tangan, tidak egois, dan peka terhadap lingkungan serta pemikiran yang terbuka pada dunia, namun tetap cinta tanah air. Karena sesungguhnya anak yang mengenal budayanya akan tumbuh dengan rasa bangga dan identitas yang kuat.

Semangat Kartini adalah benih yang bisa ditumbuhkan dalam jiwa anak-anak dan menanamnya sejak dini. Semangat belajar, keberanian berpikir, kepedulian sosial, dan cinta budaya adalah nilai-nilai universal yang relevan lintas generasi. Sebagai pendidik PAUD dan orang tua serta para pemangku kebijakan pendidikan, kita punya peran besar untuk menyuburkan benih itu. Kartini telah menyalakan lilin di tengah kegelapan zamannya. Kini, tugas kita menjaga agar cahayanya terus bersinar dalam hati anak-anak negeri ini.


Dr. Rohinah, M.A.

Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta